Profile Yayasan Nur Ikhsan

Yayasan Nur Ikhsan Kota Langsa didirikan pada tahun 2004, sejak didirikan Yayasan Nur Ikhsan berkomitmen untuk memberikan Pendidikan yang layak untuk Masyarakat Kurang Mampu / Anak-anak Putus Sekolah agar mendapatkan Pendidikan yang layak, hal tersebut coba kami buktikan dangan menghimbau betapa pentingnya Pendidikan bagi Masyarakat dan mengajak untuk bergabung di berbagai kegiatan yang ada di Yayasan Nur Ikhsan, Seperti Paket A, Paket B, Paket C, PKBM, KWD, KWK dan sebagainya yang bertujuan untuk memberikan pendidikan dan keterampilan bagi Masyarakat Kurang Mampu / Anak-anak Putus Sekolah di sekitar Kota Langsa. Dan syukur Alhamdullilah setelah 1 tahun berjalan, masyarakat tersebut pun menyadari bahwa pendidikan memang sangatlah penting, hal itu terbukti dengan banyaknya masyarakat Kurang Mampu dan Anak Putus Sekolah yang menuntut ilmu di Yayasan Nur Ikhsan.
Kini Setelah Kurang Lebih 6 Tahun Berdiri Yayasan Nur Ikhsan Kota Langsa terus berusaha memberikan sumbangsihnya kepada masyarakat Kota Langsa untuk Menuntut Ilmu dan Keterampilan agar dapat bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat bagi masyarakat kurang mampu dan anak-anak putus sekolah di Kota Langsa, dan oleh sebab itupun kami mencoba membuat, mengembangkan dan memperkenalkan Blog Yayasan Nur Ikhsan agar dapat memberikan dan mendapatkan informasi seputar Pedidikan Luar Sekolah pada umumnya dan seputar Yayasan Nur Ikhsan Khususnya. Kami pun berharap agar apa yang telah Yayasan kami dan Yayasan lain yang telah lebih dahulu membuat Blog milik Yayasan dapat diikuti oleh Yayasan lainnya, sehingga dapat memudahkan Yayasan tersebut untuk mendapatkan dan berbagi informasi seputar Pendidikan Luar Sekolah dan kegiatan lain yang dapat bermannfaat bagi masing-masing Yayasan. Insyaallah...

Kamis, 01 Juli 2010

Kok Bisa Lupa

Manusia itu gudangnya lupa. Kita lupa pada sejarah. Anak lupa pada ayah. Ayah lupa pada ibu, ibu lupa pada perannya. Bangsa kita lupa pada perannya. Bangsa kita lupa pada kebudayaannya. Yah pada hakikatnya ingatan manusia memang terbatas adanya.

Lupa itu tidak ingat. Banyak contohnya, kalau orang mau jadi pejabat minta berkat di tempat-tempat keramat, supaya lekas diangkat dan cepat-cepat naik pangkat. Waktu kampanye, janjinya pada rakyat hebat-hebat, dengan pidato yang memikat. Sesudah menjabat uang rakyat malah disikat. Tidak ingat itu karena malas mencatat. Malas mencatat itu karena bawaan lahir, karena pada hakikatnya kita lebih senang di dongengi. Tinggal lenyeh-lenyeh tanpa harus berpikir.

Nenek moyang kita punya cerita. Konon Negoro Kuswantoro itu negara yang gemah ripah lohjinawi, tata titi tentrem karta tur raharjo. Disana tidak ada panas yang terlalu, tidak ada dingin yang terlalu, yang ada cuma ayem tentrem, ayem tentrem, eeemmmm koyo siniram banyu sewindu lawase.

Tapi kenyataannya saudara- saudara, negara kita tengah sekarat. Para birokrat cuma cari nikmat, sedang rakyat jelata tetap melarat. Padahal kita ini tinggal di negeri kaya, yang tanah dan airnya kaya penuh harta.

Kita tinggal di negeri yang ramah, tapi sekarang negeri kita seperti remah-remah, padahal hutan dan laut kita penuh anugrah. Karena para pemimpin pada serakah, akibatnya rakyat kecil hidupnya susah.

Kita ini tinggal di negeri yang rakyatnya tidak menyimpan dendam.
Kita lupa pernah di jajah. Belanda kita mafkan dan Jepang tidak seberapa dibanding penjajah baru di negeri kami…

Buktinya kita masih terus di jajah. Lihatlah televisi kita telah menjadi agen imperalisme, menjadi corong kapitalisme, dan menyebarkan budaya konsumerisme. Desa yang dulu perawan sekarang di jarah iklan, yang di kemas secara menawan . itulah penjajahan baru di negeri kami berbentuk pemeliharaan kebodohan dan peternakan kemiskinan yang tak berkesudahan…Oh tuhan! Itu jauh lebih menakutkan.

Bangsa ini terlalu banyak punya masalah. Pemerintah semakin tak jelas arahnya. Rakyat jelata cuma bisa pasrah. Di Senayan wakil rakyat cuma rapat, yang dibahas tak ada hubungannya dengan kepentingan rakyat.

Lebih sering memuluskan dengar pendapat karena sebelumnya sudah di bagi Zakat. Namun akhirnya kami semakin pandai melupakan masalah karena kami tak tau lagi cara mengatasinya. Kami jadi pura-pura lupa karena rasanya setiap masalah hilang di isap udara.

Oh.. Tuhan! lepaskan kami, dari belenggu penjajah, kembalikan senyum yang dulu menghiasi wajah-wajah kami.

Penulis, Alumni WB Paket C 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar